Bangkit Kembali melalui Wirausaha Sosial

Bangkit Kembali melalui Wirausaha Sosial

19 May 19 Simpan PDF

Indonesia merupakan negara yang terletak di pertemuan lempeng bumi yang hampir di sekelilingnya disertai jalur aktif dari gunung berapi (Simkin, T. Et al, 2006). Posisi tersebut menunjukan bahwa Indonesia merupakan bagian dari Pacific Ring Of Fire yang merupakan daerah dari gempa teraktif di dunia.

Indonesia di Asia Tenggara (dilingkari hitam) merupakan bagian wilayah Cincin Api Pasifik (Pasific Ring of Fire). Peta oleh Kious & Tilling. Sumber: Mongabay, 2018 http://www.mongabay.co.id/2018/10/03/ring-of-fire-dan-tsunami-teknologi-alternatif-dan-perlunya-edukasi-bagi-publik/

Kombinasi lempeng bumi yang selalu bergerak dan gunung berapi yang aktif dapat memicu gempa, baik dalam skala kecil maupun skala besar (megatrust). Tidak menutup kemungkinan bahwa gempa besar yang terjadi dapat memicu tsunami. Sebagai contoh, gempa besar yang terjadi di sebelah barat Meulaboh atau sebelah utara Pulau Simeulu Aceh menghasilkan tsunami dengan korban terbesar sepanjang sejarah (Mongabay, 2018). Ratusan ribu orang menjadi korban, bahkan dampak masif dari bencana mencapai pesisir timur Afrika (Mongabay, 2018).Bencana alam menjadi “teman” yang senantiasa mengintai Indonesia. Dikutip dari Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), berikut adalah jumlah bencana alam di Indonesia dari tahun 1815 sampai tahun 2019

Sumber: BNPB Indonesia, 2019

Dalam kurun waktu tahun 1815 sampai tahun 2019, total bencana dari tsunami, gempa bumi, letusan gunung api dan gelombang pasang/abrasi mencapai 833 bencana. Bencana yang paling banyak terjadi merupakan bencana gempa bumi sebanyak 363 kali, disusul oleh gelombang pasang/abrasi sebanyak 299 kali, letusan gunung api 148 kali dan tsunami sebanyak 23 kali. Perlu diperhatikan, walaupun tsunami merupakan bencana yang relatif lebih sedikit dibandingkan bencana alam lainnya, namun tsunami menelan jumlah korban meninggal yang paling banyak.

Sumber: BNPB, 2019    

Data diatas menunjukan bahwa jumlah korban yang meninggal akibat tsunami mencapai 173.618 orang, diikuti oleh letusan gunung berapi sebanyak 78.641 orang, banjir sebanyak 29.590 orang dan gempa bumi mencapai 17.187 orang. Dari segi kerugian materiil, data BNPB menunjukan bahwa di tahun 2018 total kerugian ekonomi melebihi angka Rp 100 triliun (CNBC, 2018).

Bencana tersebut tentu menimbulkan luka yang mendalam bagi Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang terdampak langsung. Bangkit tentu bukan hal yang mudal. Konsep pengusaha yang berbasis sosial dapat menjadi kunci kebangkitan bagi wilayah terdampak bencana. Anak muda sebagai generasi penerus bangsa harus mampu membangkitkan daerah terdampak bencana melalui wirausaha sosial. Wirausaha sosial yang dapat dikembangkan salah satunya dapat berbasis pariwisata.

Para wisatawan menjadi lebih tertarik dan terpesona untuk mengunjungi tempat-tempat yang memiliki “high emotional impact” seperti New York City (World Trade Center), Hawai (Pearl Harbor Memorial Museum) atau Polandia (Kamp Konsentrasi Nazi) (Miller, 2007). Tujuan dari berwisata ke tempat tersebut sederhana, yaitu agar individu merasa “dekat” dengan tragedi. Sebagai contoh, ketika mengunjungi museum pearl harbour, para turis dapat merasakan betapa tragedi yang heroik di masa perang. Indonesia sendiri memiliki peluang untuk mengembangkan wirausaha sosial pariwisata yang berbasis bencana tersebut. Ambillah contoh bencana dari gunung meletus.

Pada bencana gunung meletus, perlu diperhatikan bahwa banyak masyarakat yang tinggal di sekitar gunung berapi karena daerah tersebut menawarkan potensi untuk menghasilkan pendapatan bagi masyarakat. Contoh potensi tersebut adalah tanah yang subur, iklim yang dingin, maupun pariwisata (Sagala et al, 2012). Namun, tinggal di dekat dengan lokasi gunung berapi memiliki risiko tersendiri, terutama ketika gunung tersebut meletus. Penting untuk melakukan integrasi antara biaya dan manfaat dari tinggal di dekat lokasi gunung berapi dengan konsep “living with risk” (Kelman dan Mather, 2008).  Di Indonesia sendiri, letusan Gunung Merapi menjadi contoh yang baik dimana peluang-setelah-bencana mampu berperan dalam memberdayakan ekonomi lokal.

Setelah letusan merapi di tahun 2010, komunitas dari Dusun Pelemsari dan Pangukrejo direlokasi ke Dusun Ploso Kerep  (Sagala et al, 2012). Ketertarikan masyarakat dari luar Cangkringan untuk mengunjungi daerah setelah erupsi membuka peluang bagi masyarakat Pelemsari dan Pangukrejo untuk meraih pendapatan dari sektor jasa pariwisata  (Sagala et al, 2012). Selanjutnya, masyarakat membentuk kelompok dan perjanjian untuk mengelola wisata gunung merapi yang terdiri dari dua dusun tersebut. Kelompok tersebut mengelola uang yang didapatkan dari tiket masuk dan selanjutnya berbagai jenis wisata lain seperti motor trail, lava tour jeep, restoran, souvenir dan sebagainya turut dikembangkan oleh masyarakat lokal  (Sagala et al, 2012). Hasil riset dari Sagala et al (2012) menunjukan bahwa wisata gunung berapi telah menghasilkan pendapatan bagi masyarakat lokal. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat dapat bangkit dan memanfaatkan peluang dari bencana yang ada.

Contoh lain adalah Kupi Culture yang diluncurkan oleh Vida Asrina dan Joanne Taylor di tahun 2013. Kupi Culture merupakan social enterprise yang memanfaatkan budaya kopi lokal untuk mengembangkan semangat kewirausahaan dan keterlibatan para kaum pemuda di Banda Aceh untuk membangkitkan gairah perekonomian lokal setelah tsunami 2004 (Tresise, 2017).

Menurut Wright dan Storr (2010) terdapat tiga peran wirausaha sosial utama dari wirausaha sosial setelah adanya bencana. Pertama, wirausaha sosial mampu membantu dalam memecahkan masalah secara kolektif yang terkait dengan pembangunan kembali dari daerah yang terdampak bencana. Kedua, wirausaha sosial dapat mengorganisir dan terlibat langsung dalam berbagai aktivitas dan mengadvokasi masyarakat untuk bangkit kembali. Ketiga, wirausaha usaha sosial berperan langsung dalam menyediakan berbagai pelayanan untuk masyarakat. Perlu diperhatikan bahwa upaya membangun kembali berperan penting untuk meningkatkan aktivitas perekonomian bagi masyarakat di daerah terdampak bencana.

Salah satu wirausaha sosial  bernama ETIC di Jepang membuat program yang bernama “Disaster Recovery Leadership Development Project”. Program tersebut mengumpulkan para pengusaha sosial yang memiliki komitmen untuk membangun Tohoku kembali setelah bencana gempa bumi di tahun 2011. ETIC mengumpulkan 74 peserta dari berbagai daerah untuk bekerja di 30 wirausaha lokal. Dari program tersebut, 30 persen pesertanya merupakan penduduk asli Tohoku yang berkomitmen untuk membangun kembali kampungnya.

Salah satu peserta program adalah Kazuki Murai. Kazuki Murai merupakan manajer sales dan pemasaran di suatu perusahaan travel dan beralih untuk menjual aksesoris berbentuk gurita (octopus charm)di Minami-Sanriku, kota kecil yang turut terkena dampak dari gempa dan tsunami (Miller, 2012). Setelah bencana, para volunter tersebut berinisiatif menghidupkan aksesoris berbentuk gurita kembali agar mampu menciptakan lapangan kerja di desa yang telah kehilangan semuanya (Miller, 2012).  Pada bulan September, Murai mengambil alih manajemen produk, penjualan online, pemasaran dan promosi dari produk tersebut, dan aksesoris berbentuk gurita berhasil laku kembali (Miller, 2012).

Salah satu keunggulan dari wirausaha sosial adalah adanya kepuasan saat melihat membaiknya kondisi kehidupan masyarakat yang berhasil diberdayakan (DBS Foundation, 2015). Berbagai potensi yang dapat muncul dari bencana alam dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian lokal. Wirausaha sosial merupakan alat perjuangan untuk membangkitkan kembali daerah yang “terluka” karena bencana. Dengan kata lain, kita harus selalu berdamai dengan adanya bencana alam yang melanda dan selalu bersiap untuk bangkit kembali. Kami percaya bahwa wirausaha sosial adalah koentji untuk bangkit kembali.

Light Fact 1

  • Wisata Gunung Merapi
  • Hasil dari pendapatan tiket masuk digunakan untuk
    • 53 persen untuk gaji pekerja
    • 23 persen untuk biaya operasional
    • 5 persen untuk biaya sosial
    • 19 persen untuk peningkatan pelayanan desa kepada masyarakat
    • Sumber: Tim Pengelola Volcano Tour Desa Umbulharjo (2012)
  • Penting untuk melakukan integrasi antara biaya dan manfaat dari tinggal di dekat lokasi gunung berapi dengan konsep “living with risk” (Kelman dan Mather, 2008).
  • Sumber: Sagala, S., Rosyidie, A., Pratama, A., Wimbardana, R. and Wijayanti, A. (2012): Promoting Volcano Tourism in Hazard Zone Area for Rebuilding Local Economy: Case study of Tourism in Cangkringan Sub-District, Mt. Merapi, Yogyakarta

Light Fact 2

  • Disaster Recovery Leadership Development Project by ETIC Japan
  • Tujuan dari program ini adalah menarik para pengusaha muda dan pemimpin untuk berpartisipasi dalam pembangunan Tohoku setelah Gempa di tahun 2011
  • Hasil dari program ini adalah Tohoku Roku Project, tujuan dari proyek ini adalah menyediakan kesempatan kerja untuk orang berkebutuhan khusus dan membangkitkan kembali industri primer melalui “sextiary industrialization” dengan menciptakan fasilitas yang menampilkan makanan dan pertanian.
  • Tohoku Roku Project ini didirikan oleh enam orang yang terdiri dari:
    • Shimada
    • Tetsuya Watanabe
    • Fumihiko Oe
    • Hiroshi Ikeno
    • Hidenao Ito
  • “We met through our work in the evacuation shelters, which enabled us to build an authentic bond – all of us were there purely out of our desire to help, with no agenda or ulterior motives. I didn’t set out to recruit them, but as I shared my vision the group came together and things started to take shape” -Shimada
  • Sumber: http://www.etic.or.jp/recoveryleaders/en/wp-content/uploads/ROKU-Case1-ver.1-ENG-v01.pdf

Daftar Pustaka

 

CNBC. (2018). BNPB: RI Ditimpa 2564 Bencana dan Merugi Rp 100 T di 2018. Diakses pada 15 Januari 2019 https://www.cnbcindonesia.com/news/20181231171146-4-48559/bnpb-ri-ditimpa-2564-bencana-dan-merugi-rp-100-t-di-2018

Chamlee-Wright, E. and Storr, V.H. (2010) ‘The role of wirausaha sosial  in post-Katrina community recovery’, Int. J. Innovation and Regional Development, Vol. 2, Nos. 1/2, pp.149–164.

DeMond Shondell Miller, (2008) "Disaster tourism and disaster landscape attractions after Hurricane Katrina: An auto‐ethnographic journey", International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research, Vol. 2 Issue: 2, pp.115-131, 

ETIC. Disaster Recovery Leadership Development Project. Diakses pada7 Januari 2019 pada http://www.etic.or.jp/recoveryleaders/en/about_etic

Kelman, I., & Mather, T. A. (2008). Living with volcanoes: The sustainable livelihoods approach for Volcano Related Opportunities. Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 , 189–198

Kious, W. J., & Tilling, R. I. (1996).This dynamic Earth: the story of plate tectonics. Washington: DIANE Publishing.

Miller, (2012). Earthquake Recovery in Japan: Entrepreneurs to the Rescue. Triple Pundit. Diakses pada 7 Januari 2019 pada https://www.triplepundit.com/2012/10/disaster-recovery-through-social-entrepreneurship-in-japan/

Mongabay, (2018) Ring of Fire dan Tsunami: Teknologi Alternatif dan Perlunya Edukasi bagi Publik diakses pada 7 Januari 2019 pada http://www.mongabay.co.id/2018/10/03/ring-of-fire-dan-tsunami-teknologi-alternatif-dan-perlunya-edukasi-bagi-publik/

Sagala, S., Rosyidie, A., Pratama, A., Wimbardana, R. and Wijayanti, A. (2012): Promoting Volcano Tourism in Hazard Zone Area for Rebuilding Local Economy: Case study of Tourism in Cangkringan Sub-District, Mt. Merapi, Yogyakarta

Simkin, T. et al. (2006). This Dynamic Planet: World Map of Volcanoes, Earthquakes, Impact Craters, and Plate Tectonics: US Geological Survey Geologic Investigations Map I-2800.SIPRE auger. Jon’s Machine Shop (http://jonsmachine.com/),350, 99712-1007.

Tresise, Caroline Baxter, (2017). How Entrepreneurship can Support Post-Disaster Recovery. OXFAM diakses pada 7 Januari 2019 https://views-voices.oxfam.org.uk/2017/05/entrepreneurship-can-support-post-disaster-recovery/

Related Opinion

Hubungi Kami