Sama halnya dengan sektor pariwisata pada umumnya, pelaksanaan desa wisata juga tidak akan terlepas dari yang namanya kerja sama atau kolaborasi. Mengapa demikian? Karena kolaborasi memungkinkan suatu desa wisata untuk dapat terus maju dan berkembang. Tentunya kolaborasi ini juga tidaklah sedikit bentuknya. Mengingat terdapat model-model tertentu dari kolaborasi yang berkelanjutan. Namun pada materi ini, kolaborasi dalam konteks desa wisata ini akan menggunakan model Penta-Helix kepariwisataan.

Penta-Helix merupakan sebuah model kolaborasi yang sekarang ini juga sudah mulai diterapkan pada sektor kepariwisataan. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, bahwa diperlukan optimasi peran dari unsur Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah, dan Media sebagai pendorong sistem kepariwisataan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Unsur-unsur tersebut juga tentunya akan sangat berguna bagi pengembangan desa wisata. Oleh karenanya kemudian penjelasan mengenai keterhubungan model Penta-Helix dengan pengembangan desa wisata dapat dilihat pada Gambar 1 dan uraian berikut ini :

 

Gambar 1. Model Penta-Helix dalam Pengembangan Desa Wisata

1. Akademisi

Akademisi pada pada konteks pengembangan desa wisata dapat berperan sebagai konseptor. Seperti misalnya melakukan penelitian dengan tujuan untuk membantu pengelola desa wisata dalam hal identifikasi potensi daya tarik wisata dan peluang pengembangan usaha di wilayahnya. Tidak hanya itu, akademisi juga dapat membantu di dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan para pengelola desa wisata. Dalam hal ini, akademisi merupakan sumber pengetahuan dari pengembangan desa wisata yang mencakup konsep-konsep, teori-teori, dan model-model pengembangan terbaru serta relevan dengan kondisi potensi daya tarik wisata dan peluang usaha yang ada di desa. 

2. Bisnis

Bisnis atau juga dapat disebut sebagai sektor swasta pada konteks pengembangan desa wisata ini dapat berperan sebagai enabler. Sektor swasta merupakan entitas yang melakukan proses bisnis dalam menciptakan nilai tambah dan mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sektor swasta dapat berperan sebagai enabler di dalam menghadirkan infrastruktur teknologi, modal, dan berbagai fungsi lainnya yang berkaitan dengan pengembangan produk dan pemasaran desa wisata itu sendiri. 

3. Komunitas

Pada konteks pengembangan desa wisata, komunitas dapat berperan sebagai akselerator. Dalam hal ini komunitas merupakan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan relevan dengan pengembangan potensi yang akan dikembangkan. Bertindak sebagai perantara atau menjadi penghubung antar pemangku kepentingan untuk membantu masyarakat dalam keseluruhan proses pengembangan desa wisata dan memperlancar proses usahanya. Selain itu, komunitas juga memiliki peran untuk mempromosikan produk atau layanan pariwisata yang dimiliki oleh desa wisata. 

4. Pemerintah

Pemerintah dalam konteks pengembangan desa wisata harus berperan sebagai regulator sekaligus kontroler yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam mengembangkan desa wisata. Dalam hal ini, peran pemerintah melibatkan semua jenis kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi keuangan, perizinan, pengembangan dan pengetahuan, kebijakan inovasi publik, dukungan untuk jaringan inovasi, dan kemitraan antara sektor publik dengan swasta. Pemerintah juga memiliki peran sebagai koordinator bagi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada pengembangan desa wisata. 

5. Media

Media dalam konteks pengembangan desa wisata juga menjadi penting karena perannya sebagai expender. Media berperan dalam mendukung publikasi dalam promosi produk dan layanan pariwisata yang ada di suatu desa wisata. Tidak hanya itu, media juga berfungsi untuk membangun brand image dari desa wisata. Sehingga orang lain dapat lebih mudah untuk mengakses informasi tentang desa wisata tersebut. Kemudahan akses informasi itulah yang kemudian menjadi salah satu faktor pendukung bagi datangnya para wisatawan.

Apabila kawan desa menggunakan model ini sebagai dasar untuk berkolaborasi dalam pengembangan desa wisatanya, maka akan sangat mungkin terjadi keberlanjutan dari pengembangan desa wisata tersebut. Tidak hanya itu, desa wisata tersebut juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan lingkungan sekitar. Sehingga dapat disimpulkan di sini bahwa sinergitas antar unsur Penta-Helix tersebut dapat menjadi kunci dari keberlangsungan dan keberlanjutan pengembangan suatu desa wisata.   

Untuk membangun sebuah desa wisata dan dikelola oleh kelompok masyarakat, Pokdarwis Nglanggeran tidak bisa melakukan kegiatan ini secara sendirian. Terdapat beberapa pola kemitraan atau kerja sama yang telah Desa Wisata Nglanggeran bangun, diantaranya adalah :

1. Kerjasama internal pengelola

a) Kerjasama antar pengelola (antar individu pengelola yang terdiri dari 5 dusun)

b) Kerjasama pengelola wisata dengan kelompok masyarakat

Ada kesepakatan dan ikatan yang dibangun dan diciptakan antara pengelola dan kelompok masyarakat. Pengelola wisata telah membentuk, mendampingi, dan juga menyiapkan kelompok masyarakat agar bisa mandiri dengan kegiatannya masing-masing untuk mendukung kegiatan Desa Wisata Nglanggeran. Setelah kelompok masyarakat siap (contohnya Kelompok Kuliner Purba Rasa), maka muncul kegiatan dan produk yang bisa dipasarkan. Kemudian tugas dari pengelola wisata adalah menjamin keberlanjutan pasar mereka, sehingga ada pembagian hasil keuntungan yang dimasukkan kepada kas pengelola wisata.

c) Kerjasama antara pengelola wisata dengan masyarakat umum

Menyikapi ada masyarakat yang tidak tergabung dalam pengelola wisata dan juga kelompok usaha masyarakat, maka ada pola yang pengelola buat untuk bisa bekerjasama dengan masyarakat umum. Pola tersebut ialah dengan memberikan dana hasil kegiatan kepariwisataan untuk kas setiap dusun dengan kisaran jumlah Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 500.000,- perbulan. 

2. Kerja sama dengan komunitas

Pengelola Desa Wisata Nglanggeran telah banyak melakukan kegiatan dengan komunitas penggiat lingkungan, komunitas pecinta fotografi, komunitas wirausaha sosial, komunitas kepemudaan, dan masih banyak lainnya. 

3. Kerjasama dengan akademisi

Salah satu proses yang pengelola lakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia adalah berjejaring dengan akademisi. Telah banyak program pengabdian masyarakat yang dilaksanakan di Desa Wisata Nglanggeran oleh perguruan-perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta.

4. Kerjasama dengan pemerintah

Desa Wisata Nglanggeran melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk bisa memperhatikan  akses jalan menuju lokasi, kebijakan pengembangan desa wisata yang “ramah masyarakat” dengan  mengedepankan homestay bukan  hotel  modern,  dan rekomendasi  kegiatan antar SKPD yang terintegrasi dalam hal pengembangan desa wisata.

5. Kerjasama dengan pihak swasta

Telah ada beberapa program dari pihak swasta yang bisa diakses untuk pengembangan desa, seperti di Desa Wisata Nglanggeran dalam hal pengembangan intranet dengan sistem e-ticketing. Tidak hanya itu, terdapat juga pengembangan Natural SPA Holistic yang juga merupakan salah satu bentuk kerja sama dengan pihak swasta.

Untuk mengenal lebih lanjut dengan Desa Wisata Nglanggeran, silahkan Kawan Desa dapat menelusurinya pada website:  http://www.gunungapipurba.com. 

Akhirnya, materi ini akan memicu diskusi diantara kawan desa dengan berangkat dari pertanyaan “pihak mana sajakah yang akan kawan desa jadikan sebagai mitra kolaborasi dalam pengembangan desa wisata?”. Silahkan jawab pertanyaan tersebut dengan mengisi kolom komentar di bawah ini! Untuk materi selanjutnya, akan diberikan penjelasan mengenai unsur-unsur yang mengiringi kawan desa dalam mengembangkan suatu desa wisata.

Hubungi Kami