Seperti yang telah disinggung pada bagian pengantar, “kesadaran tanpa tindakan tidaklah berarti apa-apa”. Oleh karenanya kemudian suatu gerakan bersama untuk mewujudkan perubahan menjadi penting dan diperlukan oleh masyarakat. Masih merupakan hasil refleksi dari keberhasilan Desa Wisata “Lingkungan” Sukunan, kiranya terdapat empat langkah penting di dalam membangun suatu gerakan perubahan, yakni: (1) membangun visi bersama; (2) membentuk organisasi atau kelompok pengelola; (3) menyusun misi dan rencana aksi, dan; (4) membangun jejaring.

1. Membangun visi bersama.

Visi adalah pernyataan tentang tujuan yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita masa depan yang ingin diraih (Kotler and Keller, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat bahwa keberadaan visi menjadi penting dalam setiap hal. Tidak hanya bagi masyarakat dan kelompok atau organisasi, bagi individu pun visi menjadi sangatlah penting. Mengapa demikian? Karena visi merupakan tolok ukur atau arah yang mengantarkan kita ke mas depan. Visi membuat segala tindakan dan pikiran kita menjadi terarah, terukur, dan terorganisir dengan baik.

Dalam konteks desa wisata pun sama. Kawan desa haruslah membangun visi bersama dengan masyarakat yang lain. Proses membangun visi ini kiranya dapat dimulai dengan penyamaan persepsi terlebih dahulu. Biasanya penyamaan persepsi ini juga dapat terlaksana dengan mudah apabila di masyarakat tersebut memiliki latar belakang atau masalah yang sama. Hal tersebut juga terjadi di Desa Sukunan. Masyarakat mulai tersadarkan akan bahaya dari sampah dan berupaya untuk mengolah dan memanfaatkan sampah tersebut. Pada kondisi yang demikian, proses membangun visi pun menjadi lebih mudah. Tergantung dari kemauan masyarakat itu sendiri, maukah membentuk suatu gerakan perubahan secara bersama ataukah tidak. Namun ketika masyarakat telah memutuskan untuk membangun visi bersama, maka gerakan perubahan tersebut dapat dimungkinkan terlaksana secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. 

2. Membentuk organisasi atau kelompok pengelola

Setelah visi bersama dibangun oleh masyarakat, maka langkah selanjutnya adalah membentuk suatu organisasi atau kelompok yang dapat fokus untuk mengelola gerakan perubahan tersebut. Pembentukan organisasi atau kelompok pengelola ini juga sangatlah penting. Bukan hanya berfungsi sebagai “motor penggerak” saja, tetapi organisasi ini juga bisa menjadi identitas tersendiri dari gerakan perubahan tersebut. Identitas inilah yang kemudian terus akan membangun semangat masyarakat untuk senantiasa berupaya di dalam mewujudkan visi tersebut. Tidak hanya itu, segala bentuk kegiatan yang diarahkan untuk mencapai visi tersebut juga akan dipandu dan dilaksanakan oleh organisasi ini secara terstruktur dan terorganisir dengan baik.

3. Menyusun misi dan rencana aksi

Misi adalah rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan dan alasan eksistensi dari suatu organisasi, penjelasan secara rinci dari visi, dan memuat apa yang disediakan organisasi tersebut kepada masyarakat secara konkret, baik berupa produk maupun pelayanan (Wibisono, 2007). Sedangkan rencana aksi adalah penguraian dari rencana-rencana tindakan secara terperinci yang ditujukan untuk memenuhi misi organisasi yang telah dibuat yang pada akhirnya akan mewujudkan cita-cita atau visi dari organisasi itu sendiri.

Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa misi merupakan hasil turunan dari visi dan rencana aksi diturunkan dari misi. Apabila visi masih berbicara pada tataran pikiran atau abstrak, maka misi dan rencana aksi merupakan langkah lanjutannya yang mencakup berbagai tindakan nyata untuk mewujudkan visi tersebut. Oleh sebab itu, misi menjadi penting untuk disusun terlebih dahulu sehingga rencana aksi bisa melanjutkannya. Pada akhirnya, dengan adanya misi dan rencana aksi ini, cita-cita atau visi organisasi yang masih bersifat abstrak dapat diejawantahkan ke dalam tindakan-tindakan nyata demi terwujudnya suatu gerakan perubahan. 

4. Membangun jejaring

Sama halnya dengan berbagai bidang kehidupan lainnya, pelaksanaan suatu gerakan perubahan juga tidak akan terlepas dari yang namanya kerja sama atau kolaborasi. Mengapa demikian? Karena kolaborasi memungkinkan gerakan perubahan tersebut untuk dapat terus maju, berkembang, dan berkelanjutan. Tentunya kolaborasi ini juga tidaklah sedikit bentuknya. Mengingat terdapat model-model tertentu dari kolaborasi yang berkelanjutan. Namun pada konteks ini, kami menawarkan sebuah model kolaborasi yang sekiranya cocok untuk diterapkan pada suatu gerakan perubahan, utamanya dalam konteks pengembangan desa wisata. Model kolaborasi yang dimaksud ialah model Penta-Helix kepariwisataan.

Penta-Helix merupakan sebuah model kolaborasi yang sekarang ini sudah mulai banyak diterapkan pada berbagai aspek di sektor kepariwisataan. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, bahwa diperlukan optimasi peran dari unsur Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah, dan Media sebagai pendorong sistem kepariwisataan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Unsur-unsur tersebut juga tentunya akan sangat berguna bagi gerakan perubahan yang bercita-cita untuk mengembangkan suatu desa wisata. Adapun penjelasan dari fungsi-fungsi kelima unsur kolaborasi model Penta-Helix ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Fungsi dari Unsur Kolaborasi Model Penta-Helix

No.

Unsur

Fungsi

 Penjelasan

1.

Akademisi

Konseptor

Melakukan penelitian dengan tujuan untuk membantu pengelola desa wisata dalam hal identifikasi potensi daya tarik wisata dan peluang pengembangan usaha di wilayahnya. Tidak hanya itu, akademisi juga dapat membantu di dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan para pengelola desa wisata. Dalam hal ini, akademisi merupakan sumber pengetahuan dari pengembangan desa wisata yang mencakup konsep-konsep, teori-teori, dan model-model pengembangan terbaru serta relevan dengan kondisi potensi daya tarik wisata dan peluang usaha yang ada di desa

2.

Bisnis

Enabler

Menghadirkan infrastruktur teknologi, modal, dan berbagai fungsi lainnya yang berkaitan dengan pengembangan produk dan pemasaran desa wisata itu sendiri.

3.

Komunitas

Akselerator

Komunitas merupakan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan relevan dengan pengembangan potensi yang akan dikembangkan. Bertindak sebagai perantara atau menjadi penghubung antar pemangku kepentingan untuk membantu masyarakat dalam keseluruhan proses pengembangan desa wisata dan memperlancar proses usahanya. Selain itu, komunitas juga memiliki peran untuk mempromosikan produk atau layanan pariwisata yang dimiliki oleh desa wisata.

4.

Pemerintah

Regulator, Kontroler, dan Koordinator

Peran pemerintah melibatkan semua jenis kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi keuangan, perizinan, pengembangan dan pengetahuan, kebijakan inovasi publik, dukungan untuk jaringan inovasi, serta kemitraan antara sektor publik dengan swasta. Pemerintah juga memiliki peran sebagai koordinator bagi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada pengembangan desa wisata.

5.

Media

Expender

Media berperan dalam mendukung publikasi dalam promosi produk dan layanan pariwisata yang ada di suatu desa wisata. Tidak hanya itu, media juga berfungsi untuk membangun brand image dari desa wisata. Sehingga orang lain dapat lebih mudah untuk mengakses informasi tentang desa wisata tersebut. Kemudahan akses informasi itulah yang kemudian menjadi salah satu faktor pendukung bagi datangnya para wisatawan.

 

Berikut di bawah ini adalah beberapa penjelasan terkait bagaimana masyarakat Sukunan berhasil membentuk suatu gerakan perubahan di masyarakat, sehingga kini telah sukses menjadi Desa Wisata “Lingkungan” yang banyak dicontoh oleh desa-desa lainnya. 

1. Proses membangun visi bersama yang dilakukan di Sukunan diawali dengan penyamaan persepsi di antara masyarakat. Penyamaan persepsi ini berangkat dari latar belakang masalah yang seringkali dihadapi oleh masyarakat, yakni permasalahan sampah. Proses ini memakan waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya masyarakat berhasil memiliki perspesi yang sama terkait bahaya dari sampah dan memutuskan untuk bertindak mengolah serta memanfaatkan sampah tersebut. Dengan penyamaan perspesi ini, kemudian terbangunlah visi bersama yang berbunyi “mewujudkan gerakan perubahan untuk lingkungan Sukunan yang bersih dan sehat”. 

2. Setelah visi bersama dibangun, masyarakat Sukunan kemudian membentuk suatu organisasi atau kelompok yang mengelola gerakan perubahan tersebut. Organisasi tersebut dinamakan sebagai Tim Pengelola Sampah Mandiri Sukunan. Tim ini juga terdiri dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari kelompok remaja, kelompok pemuda, para aparatur desa, dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

3. Melalui Tim Pengelola Sampah Mandiri Sukunan ini kemudian disusunlah misi dan rencana aksi lanjutannya. Salah satu misinya adalah mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Berikut adalah salah satu contoh dari aksi lanjutannya: pembuatan pupuk kompos ini dilakukan di setiap rumah tangga. Prosesnya pun terbilang sangat mudah, murah, dan bermanfaat. Sampah organik tersebut kemudian dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah dapur dan sampah pekarangan. Sampah dapur diolah secara mandiri oleh rumah tangga masing-masing di rumahnya. Sedangkan sampah pekarangan seperti dedaunan kering dikumpulkan terlebih dahulu pada bak besar yang ada di setiap RT untuk kemudian diolah menjadi pupuk kompos. Hasil pengolahan pupuk kompos pun ada yang dipakai sendiri dan ada pula yang dijual.   

4. Adapun jejaring yang dimiliki oleh Desa Wisata “Lingkungan” Sukunan adalah sebagai berikut:

a) Akademisi: Salah satu bentuk kolaborasinya adalah dengan bekerja sama dengan banyak perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta (salah satunya ialah Universitas Gadjah Mada) dalam hal penelitian untuk mengidentifikasi masalah, potensi, dan peluang usaha yang ada di Sukunan.

b) Bisnis: Salah satu bentuk kolaborasinya adalah dengan bekerja sama dengan koperasi desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Banyuraden dalam hal pemasaran produk hasil olahan sampah.

c) Komunitas: Salah satu bentuk kolaborasinya adalah dengan bekerja sama dengan Komunitas Kawan Desa dibawah naungan Akademi Kewirausahaan Sosial (AKM) Creative Hub, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman seputar pengembangan desa wisata.

d) Pemerintah: Salah satu bentuk kolaborasinya adalah dengan melibatkan unsur aparatur desa di dalam keseluruhan proses pengelolaan sampah mandiri Sukunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

e) Media: Salah satu bentuk kolaborasinya adalah dengan melaksanakan liputan pemberitaan yang telah beberapa kali diterbitkan oleh banyak media massa, mulai dari media cetak hingga media daring (salah duanya adalah Koran Kedaulatan Rakyat dan Kumparan.com).

Sampai di sini dulu penjelasan materi kali ini. Seperti biasanya, sebelum materi ini berakhir, silahkan kawan desa diskusikan terlebih dahulu pada kolom komentar terkait bagaimana cara yang akan kamu lakukan dalam kaitannya dengan membangun visi bersama dengan masyarakat untuk mewujudkan suatu gerakan perubahan. Pada materi berikutnya, akan diberikan penjelasan mengenai pentingnya membaur dengan masyarakat yang sekiranya dapat mendorong terjadinya gerakan perubahan. Sampai jumpa di materi pembahasan selanjutnya!

 

Hubungi Kami