Memahami Logika Kewirausahaan sosial

Tidak sedikit orang yang pesimis tentang kewirausahaan sosial. Memang terkesan paradoks ketika kita membicarakan pengentasan masalah sosial menggunakan pendekatan kewirausahaan, yang mana di pandangan lain, aktivitas kewirausahaan merupakan salah satu faktor penyebab munculnya masalah-masalah sosial di masyarakat. Mari kita runut logika berpikir agar muncul pemahaman baru untuk menumpulkan sikap skeptis terhadap kekewirausahaanan sosial. 

Tidak ada definisi tunggal untuk menjelaskan apa itu kewirausahaan. Seorang ekonom dari Perancis Jean Bapiste pada abad 19 mengatakan bahwa, para pengusaha menggeser sumber daya ekonomi yang bermain di area rendah menuju produktivitas yang lebih tinggi dan hasil yang lebih besar. Merujuk pada definisi tersebut, pada intinya pengusaha terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan efisiensi produksi untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. 

Satu abad berikutnya (abad ke-20) muncul pandangan lain yang dikemukakan oleh ekonom Joseph Schumpeter, yang dengan lantang mendeklarasikan bahwa, peran pengusaha adalah untuk melakukan pembaharuan dan revolusi pola produksi. Para kewirausahaanwan dapat melakukannya dengan cara, mengeksploitasi segala bentuk intervensi, umumnya melalui teknologi yang belum pernah dicoba untuk memproduksi komoditas baru, atau memproduksi komoditas lama dengan cara baru, melalui material baru, menjual komoditas di toko baru, atau dengan menyusun ulan proses industry. Inti pernyataan Joseph Schumpeter adalah kegiatan kewirausahaan menciptakan nilai melalui inovasi. 

Pandangan terbaru dikemukakan oleh Peter Drucker bahwa, seorang pengusaha selalu mencari perubahan, dan meresponsnya dengan cara menggali peluang dari perubahan itu. Contoh untuk menjelaskan pernyataan ini yakni melalui pertanyaan, jika kawan desa bertanya, “apa dia bisa memanjat pohon?” sudah jelas hanya terdapat dua jawaban untuk menjawab pertanyaan itu, iya atau tidak. Seorang kewirausahaanwan mengganti pertanyaan itu menjadi, “bagaimana dia bisa memanjat pohon?” jawaban yang muncul akan beragam, seperti kata pepatah lama, “banyak jalan menuju Roma.” Kewirausahaanwan menghendaki sebuah perubahan, oleh karena itu mereka tidak hanya memilih satu jalur untuk menuju kesuksesan, bahkan jika sudah sukses pun mereka membuka jalur baru untuk disukseskan. Pengusaha melihat perubahan sebagai sebuah peluang untuk mereka mencari cara bagaimana merealisasikan sebuah perubahan.

Definisi kekewirausahaanan dari tiga abad yang berbeda di atas dapat disimpulkan bahwa pengusaha adalah seorang yang inovatif, berorientasi pada peluang, memiliki banyak cara/ akal, dan agen perubahan melalui penciptaan nilai. Setelah memahami tentang apa itu kekewirausahaanan, mari kita kontekstualisasikan ke dalam wacana sosial, untuk memahami kekewirausahaanan sosial.

Perkawinan silang antara pengusaha dengan misi sosial menghasilkan logika berpikir yang berbeda dengan pengusaha pada umumnya. Mempertemukan efektivitas bisnis dengan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok rentan dalam sebuah spektrum. Kunci perbedaannya yakni dalam kekewirausahaanan sosial secara eksplisit mengangkat wacana misi sosial. Objektivitas dalam hal ini adalah membuat dunia menjadi lebih baik. Terdapat dua proporsi nilai yang diciptakan, yaitu untuk nilai sosial dan bisnis. Alat ukur dalam menjalankan kekewirausahaanan sosial bukan dari seberapa besar laba yang didapatkan, tapi seberapa berhasil kekewirausahaanan sosial kawan desa memberikan dampak sosial kepada masyarakat. Sedangkan untuk peran utama laba dalam kekewirausahaanan sosial adalah untuk menjaga kemandirian dan keberlanjutan kawan desa merealisasikan misi sosial yang diusung.

Kesimpulannya adalah pelaku kekewirausahaanan sosial merupakan agen perubahan, yang mana melihat masalah sosial sebagai peluang, dan meresponsnya dengan mengulik bagaimana cara masalah sosial tersebut bisa diselesaikan. Seorang kewirausahaan sosial tidak bersikap apatis saat menemukan masalah sosial di kehidupannya, namun melakukan aksi nyata untuk menyelesaikan menggunakan pendekatan bisnis. Tujuannya adalah untuk menjaga idealisme dan kebebasan melakukan eksplorasi dan eksperimen, maka perlu adanya kemandirian modal, yakni melalui berkewirausahaan.

Case Study

Kawan desa mungkin sudah tidak asing dengan nama Agradaya. Ya… Agradaya merupakan salah satu contih konkret bahwa persilangan antara misi sosial dengan bisnis bukan mitos belaka. Isu yang diangkat oleh Agradaya antara lain adalah pertanian berkelanjutan, pemotongan rantai distribusi produk, gaya hidup sehat, dan regenerasi petani. Aksi Agradaya untuk merealisasikan wacana sosial dalam isu-isu di atas, yakni melalui tiga pendekatan antara lain pemberdayaan masyrakat, teknologi, dan bisnis. Terdapat argumentasi menarik yang dikatakan oleh founder Agradaya tentang melakukan bisnis untuk melanggengkan realisasi misi sosial yang diusung, bahwa seorang agen perubahan perlu untuk memapankan dulu dirinya, baik dari segi substansi, dan yang terpenting adalah strategi bertahan untuk tetap eksis. Cara yang dipilih Agradaya tidak hanya menggandalkan dari dana hibah, atau CSR, tapi juga dari hasil penjualan produknya. 

Pembahasan tentang Agradaya dan pemahaman lebih mendalam tentang kewirausahaan sosial akan dipaparkan lebih detail pada materi-materi selanjutnya. Oleh karena itu kawan desa penting untuk secara kontinu mengakses platform pembelajaran di website AKM yaa…

Referensi

Dees, J. Gregory., Emerson, Jed., and Economy, Peter. Enterprising Nonprofits: A Toolkit for Social Pengusahas. New York: John Wiley and Sons, Inc, 2001.

  • BY: Adli Food
    3 years ago

    Memahami Logika Kewirausahaan Sosial

    argumentasi menarik yang dikatakan oleh founder Agradaya tentang melakukan bisnis untuk melanggengkan realisasi misi sosial yang diusung, bahwa seorang agen perubahan perlu untuk memapankan dulu dirinya, baik dari segi substansi, dan yang terpenting adalah strategi bertahan untuk tetap eksis. Setuju bangeet, panutan Agradaya

Hubungi Kami