Setiap brand pasti memiliki tujuan serta problelmnya masing-masing. Apabila kawan desa memiliki produk yang belum banyak diketahui orang, maka problem nomer satu adalah bagaimana memperkenalkan produk tersebut. Sebagaimana produk  Pocari Sweat, pada mulanya brand itu mengalami kesulitan untuk bagaimana mengomunikasikan ion itu seperti apa. Maka dibutuhkan awareness. Selanjutnya, problem dipecahkan menggunakan tujuan. Misalnya, apabila problemnya adalah penjualan yang rendah, maka jadikan peningkatan penjualan sebagai tujuan. Dari tujuan-tujuan yang ada tersebut kita gunakan untuk menentukan turunan strategi.

Di era media sosial saat ini, salah satu hal yang paling penting diketahui untuk akun brand kawan desa adalah: siapa target market atau audience yang akan kita ajak berinteraksi di media sosial. Dari hal tersebut kawan desa bisa menentukan akan menggunakan pendekatan yang seperti apa. Membangun komunikasi dengan bapak-bapak akan berbeda dengan ibu-ibu, bahkan anak-anak. Kelas ekonomi, karakteristik demografi, psikografi, dan hal-hal lain juga dapat mempengaruhi pola komunikasi yang kawan desa bangun. Untuk menentukan pola komunikasi dengan audience, kawan desa perlu memahami konsep positioning brand kawan desa pada media sosial.

Menurut Philip Kothler, positioning adalah segala upaya untuk mendesain produk serta brand agar menempati sebuah posisi yang unik di benak konsumen. Singkatnya, brand positioning menggambarkan bagaimana suatu merek berbeda dengan para pesaingnya dan di mana, atau bagaimana, merek tersebut berada di benak pelanggan.

Dalam mengelola akun media sosial, brand harus bisa dipersonifikasikan. Artinya, kita berkomunikasi menggunakan media sosial dengan pendekatan yang natural ibarat brand kawan desa adalah seorang manusia, bukan dengan pendekatan yang formal seperti robot. Maka sebaiknya sebuah media sosial punya positioning yang jelas. Misalnya: ‘sebagai media sosial yang sangat paham nutrisi makanan atau ahli gizi’. Atau ‘sebagai media sosial anak motor, orang yang sungguh memahami tentang motor ataupun komunitasnya’. Begitu salah satu cara untuk memberi ‘nyawa’ pada akun media sosial.

Hal yang tak kalah penting ketika kawan desa sudah membangun komunikasi di media sosial dengan positioning yang jelas, adalah melakukan integrasi. Kawan desa mengenal ada banyak sekali platform media sosial. Selain itu media digital juga sangat baynak seperti website, aplikasi, televisi, radio, dan lain-lain. Nah, kawan desa bisa mengintegrasikan aku media sosial dengan media digital lainnya. Integrasi tersebut misalnya: menginformasikan alamat website dalam konten media sosial, dan sebaliknya, mencantumkan info media sosial di dalam website. Dalam melakukan iklan di media koran, radio, televisi, masukan informasi akun sosial media serta alamat website kawan desa. Sehingga dari manapun audience melihat brand kawan desa, akan mendapatkan informasi yang lengkap.

Pertanyaan yang mungkin muncul selanjutnya adalah: apakah dalam bisnis yang segmented seperti sayuran organik, cukup menggunakan marketing digital saja atau juga perlu membangun engagement offline? Lagi-lagi kawan desa harus memahami bahwa media sosial hanyalah alat yang kemudian harus disesuaikan dengan karakter audience. Apabila audience yang dituju tidak aktif di media sosial maka tidak perlu membuang waktu dan anggaran untuk aktif di media sosial. Sebagai contoh, apabila targetnya adalah petani, maka kita cari tahu bagaimana karakter dan perilaku petani sperti apa, apakah pengguna media sosial atau justru tidak punya akses internet? Sehingga tugas kawan desa sebagai marketer adalah mencari tahu seperti apa kebiasaan dari audience. Apakah di grup Facebook? Whatsapp? Twitter? Atau justru di komunitas offline seperti gathering, kopdar, dan lain sebagainya. Penting bagi kawan desa mengetahui contact point tersebut. Selain itu kawan desa juga perlu memahami media journey dari setiap kelompok konsumen. Misalnya: ibu-ibu lebih sering aktif di facebook, tidak menggunakan twitter, dan menyukai konten yang memiliki unsur ‘keluarga’. Maka konten yang kawan desa buat memiliki unsur yang disukai oleh ibu-ibu tersebut. Online dan offline harus dikombinasikan.

Referensi:

Kotler, P. and Keller, K.L. (2012) Marketing Management. 14th Edition, Pearson Education.

Hubungi Kami